PERAN LEMBAGA HISBAH DALAM MENGATUR BISNIS
MAKALAH ANALISIS
Di Susun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Etika Bisnis
Islam
Dosen Pengampu: Gatot Bintoro Putro Aji, S.H,M.E.Sy
Oleh kelompok VI (MU F):
NAMA
|
NPM
|
LENI
SUGIARTI
|
1521030478
|
MAYA
YUSENTA
|
1521030239
|
MAULANA
ANGGA W
|
1521030078
|
MIKHROZUL
RAHMAT
|
1521030379
|
MUSTAKIM
|
1521030248
|
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH & HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melihat
perekonomian Indonesia sekarang yang makin sulit, mengaharuskan bagi semua
individual harus bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidupnya masing-masing.
Salah satu caranya adalah dengan melakukan bisnis. Namun dalam kegiatan bisnis
saat ini sering terjadinya kecurangan dikarenakan kurangnya pengawasan. Agama
Islam sangat ketat dalam
mengatur dan mengawasi pasar, dimana di antara kewajiban negara dalam Islam adalah mengawasi kegiatan ekonomi
untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam kegiatan ekonomi.
Menurut Sofyan S. Harahap, salah satu
kelemahan dalam kehidupan ini adalah fungsi pengawasan. Hal ini
dapat dibuktikan dengan maraknya kemaksiatan yang terjadi dalam praktek jual
beli di negara kita yang masih melekat unsur riba, gharar, serta kecurangan
pada standar timbangan dan ukuran yang digunakan, kemudian terjadinya
penimbunan barang, makanan yang haram seperti kasus yang sedang marak saat ini
yaitu dendeng sapi yang ternyata terbuat dari daging babi dan masih banyak lagi
kecurangan-kecurangan lainnya yang bertentangan dengan aturan dalam Islam
sehingga dengan adanya hal ini dapat meresahkan dan merugikan masyarakat.
Berbagai fenomena masalah yang dihadapi Indonesia tersebut menjadi salah satu bukti
masih kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam kegiatan
ekonomi secara konsisten.
Oleh
karena itu dibutuhkan salah satu lembaga yaitu Hisbah yang dibentuk dengan
tujuan agar dapat mengawasi kondisi pasar. Lembaga Hisbah ini dibentuk pada
saat masa zaman Nabi Muhammad s.a.w., yang mana manfaat lembaga ini salah
satunya yaitu mengawasi pasar dan menjamin tidak adanya pelanggaran moral di
pasar, monopoli, perkosaan terhadap hak konsumen, dan sebagainya. Lembaga ini
sangat berrmanfaat bagi konsumen maupun pemerintah, karena dengan adanya
lembaga ini pemerintah dapat berfungsi sebagai lembaga pengawas kehidupan
ekonomi melalui lembaga Hisbah atau
Wilayatul Hisbah.
Upaya
negara untuk menjamin kemaslahatan, keadilan dan permainan jujur disemua lini
kehidupan direfleksikan dalam institusi hisbah. Tujuan dibalik hisbah tidak
hanya memungkinkan pasar dapat beroperasi dengan bebas sehingga harga, upah dan
laba dapat ditentukan oleh kekuasaan permintaan dan penawaran (yang terjadi
dinegara kapitalis), melainkan juga untuk menjamin bahwa semua agen ekonomi
dapat memenuhi tugasnya antara satu dengan yang lain dan mematuhi ketentuan
syariat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari hisbah?
2.
Apa saja kewenangan lembaga hisbah dalam mengatur bisnis?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hisbah
Secara etimologi kata hisbah (ﺔﺒﺴﺣ) berasal dari akar kata
Bahasa Arab ﺐﺴﺣ – ﺐﺴﺤﻳ (hasaba-yahsubu) yang berarti “menghitung” dan
“membilang”.[1]
Secara
istilah, hisbah adalah memerintahkan
kebaikan apabila ada yang meninggalkannya, dan melarang kemungkaran apabila ada
yang melakukannya.
Secara
terminologi hisbah diambil dari akar HSB yang berarti menghitung (reckoning dan computing)
berarti pula kalkulasi, berpikir (thinking) memberikan opini, pandangan
dan lain-lain. Hisbah secara literal adalah sebuah problema aritmatik atau
penjumlahan. Ada beberapa terminologi yang berakar dari, misalnya hisbah ( accounting, stock-taking),
ihtisab ( checking of account, overseing dan supervising)
muhtasib (akuntan, supervisor dan ombudsman).[2]
Al-mawardi
mengatakan bahwasanya hisbah adalah satu sistem untuk memerintahkan yang baik
dan adil jika keadilan sedang di langgar atau tidak di hormati, dan melarang
apa yang tidak hadir ketika ketidakadilan itu sedang dilakukan. Abu Yusuf mendeskripsikan
fungsi hisbah dalam masalah perdagangan dan hal-hal yang bersifat komersil dan industri sebagi berikut : hisbah
berfungsi melakukan pengecekan timbangan
dan takaran, kualitas barang yang ditawarkan untuk dijual, kejujuran dalam
dealing dan observasi kebaikan dan kesopanan dalam masalah penjualan dan secara
umum pengawasan perilaku masyarakat secara umum.[3]
Kata hisbah juga sering digunakan bersamaan dengan kata “wilayah” (ولاية) yang berarti “pemerintahan”,
“kekuasaan” dan “kewenangan”. Sehingga susunannya menjadi “wilayat al-hisbah” (ﺔﺒﺴﺤﻟ
اﺔﻳﻻو) = kewenangan hisbah.
Dalam mendefinisikan Wilayah Hisbah, ada beberapa pendapat. Menurut
Ibnu Taimiyyah, yang dimaksud dengan wilayah hisbah adalah muhtasib
yang kewenangannya adalah menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat mungkar. Sedangkan yang dimaksud muhtasib adalah orang yang dipercaya dan
ditunjuk untuk mengawasi pasar dan dilaksanakannya nilai-nilai moral.
Hisbah adalah sebuah institusi keagamaan
di bawah kendali pemerintahan yang mengawasi masyarakat agar menjalankan
kewajibannya dengan baik, ketika masyarakat mulai untuk mengacuhkannya dan
melarang masyarakat melakukan hal yang salah, saat masyarakat mulai terbiasa
dengan kesalahan itu. Tujuan umum nya adalah untuk menjaga lingkungan
masyarakat dari kerusakan, menjaga takdir yang ada, dan memastikan
kesejahteraan masyarakat baik dalam hal keagamaan ataupun tingkah laku
sehari-hari sesuai dengan hukum Allah.
Hisbah dapat diartikan sebagai lembaga
normatif preventif karena fungsi pokoknya adalah menghimbau agar masyarakat
melakukan kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Namun demikian wilayah fungsi kontrol ini tidak sebatas
bidang agama dan moral. Tetapi menurut Muhammad al-Mubarak melebar ke wilayah
ekonomi dan secara umum bertalian dengan kehidupan kolektif atau publik untuk
mencapai keadilan dan kebenaran menurut prinsip Islam dan dikembangkan menjadi
kebiasaan umum pada satu waktu dan tempat.
B.
Landasan Hukum
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB
×p¨Bé&
tbqããôt n<Î) Îösø:$#
tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur
Ç`tã
Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd
cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Artinya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.)QS. Ali-Imran : 104)[4]
* ¨bÎ) ©!$# ããBù't ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGÎ)ur Ï 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìx6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏèt öNà6¯=yès9 crã©.xs? ÇÒÉÈ
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.(QS. An-Nahl : 90).[5]
C. Tugas
Lembaga Hisbah
Adapun tugas lembaga hisbah adalah :
a. Pengawasan
terhadap kecukupan (stok) barang dan jasa di pasar.
Al-Hisbah melalui muhtashibnya harus selalu mengontrol
ketersediaan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, misalnya kebutuhan
pokok (sandang, pangan, papan, jasa kesehatan, jasa pendidikan, dan lain-lain).
b. Pengawasan
terhadap industri
Dalam industri ini tugas muhtashib adalah pengawasan standar
produk, ia juga mempunyai otoritas untuk menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan
yang terbukti merugikan masyarakat atau negara.
c.
Pengawasan atas perdagangan.
Muhtashib harus mengevaluasi pasar secara umum dan berbagai
praktek dagang yang berbeda-beda secara khusus. Ia harus mengawasi timbangan
dan ukuran, kualitas produk, menjamin pedagang dan agennya tidak melakukan
kecurangan dan praktik yang merugikan konsumen
d. Perencanaan
dan Pengawasan Kota dan Pasar.
Muhtashib berfungsi sebagai pejabat kota untuk menjamin
pembangunan rumah atau toko-toko dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum,
sehingga memberikan keamanan bagi publik.
e. Pengawasan
terhadap keseluruhan pasar.
Muhtashib harus menjamin segala bentuk kebutuhan agar
persaingan di pasar dapat berjalan dengan sehat dan islami, misalnya
menyediakan informasi yang transparan bagi para pelaku pasar, menghapus
berbagai retriksi untuk keluar dan masuk pasar, termasuk membongkar berbagai
praktek penimbunan (ikhtikar).
D. Tujuan
Lembaga Hisbah
Hisbah dalam kegiatan ekonomi mempunyai beberapa tujuan.
Pengawasan pasar merupakan tugas pertama seorang Muhtasib (pengawas) pada masa
permulaan Islam. Untuk itu pembahasan ini dibagi menjadi dua, yaitu;
a. Tujuan-tujuan
hisbah dalam ekonomi
Tujuan hisbah dalam kegiatan ekonomi adalah untuk mewujudkan
tujuan-tujuan berikut:[6]
1. Memastikan
dijalankannya aturan-aturan kegiatan ekonomi
Peran pengawasan dari luar untuk mencegah orang-orang yang
lalai untuk menjaga aturan-aturan kegiatan ekonomi. Aturan terpentingnya
adalah:
a) Disyariatkannya
kegiatan ekonomi
Aturan terpenting kegiatan ekonomi dalam islam adalah bahwa
kegiatan ekonomi tersebut disyariatkan.Senantiasa terhindar dari
maisir,gharar,dan riba.
b) Menyempurnakan
pekerjaan
c) Melawan
penipuan
Penipuan merupakan satu tindakan buruk yang dapat
menyebabkan bahaya besar tehadap umat dan juga kegiatan ekonominya.Dimana
penipuan mempunyai akibat bagi kesejahteraan konsumen,dan juga pertumbuhan
ekonominya. Bentuk – bentuk penipuan ini dapat berupa :[7]
ü Kualitas
ü Kuantitas
ü Harga
ü Waktu
Penyerahan
d) Tidak
membahayakan orang lain
2. Mewujudkan
keamanan dan ketentraman
Keamanan dan ketrentraman merupakan menciptakan iklim
investasi yang sesuai, dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
3. Mengawasi
keadaan rakyat
Menurut Umar bin Khattab tujuan hisbah adalah berjalan pada
malam dan siang hari untuk mengetahui keadaan rakyat, mengetahui kebutuhan-kebutuhan
mereka, dan menyantuni orang-orang yang membutuhkan.[8]
4. Menjaga
kepentingan umum
Kepentingan umum adalah kemaslahatan bagi umat, dimana umat
tidak bisa terpisah dari kepentingan tersebut. Maka harus ada pengawasan
terhadap kepentingan umum tersebut untuk menjaga dan melindunginya dari orang
yang berbuat sia-sia
5. Mengatur
transaksi di pasar
Pengawasan pasar dan mengatur persaingan di dalamnya yaitu
dengan memerangi transaksi yang merusak persaingan tersebut.
b. Tujuan
hisbah dalam pasar
Pasar mempunyai peran yang besar dalam ekonomi. Pasar adalah
tempat yang mempunyai aturan yang disisipkan untuk tukar menukar hak milik dan
menukar barang antara produsen dan konsumen.
Tujuan terpenting dari pengawasan pasar dan aturan transaksi
di dalamnya yaitu :[9]
1. Kebebasan
keluar masuk pasar
Kebebasan transaksi dan adanya persaingan yang sempurna di
pasar Islam tidak terwujud selama halangan-halangan tidak dihilangkan dari
orang-orang yang melakukan transaksi di pasar. Maka mereka masuk pasar dan
keluar dengan bebas,juga di berikan kebebasan mengangkut barang dari satu
tempat ke tempat lain dan memindahkan unsur produksi diantara bermacam – macam
kegiatan ekonomi sesuai fluktuasi persediaan dan permintaan barang.
2. Mengatur
promosi dan propaganda
Tujuan pengawasan pasar adalah menunjukkan para pedagang
tentang cara-cara promosi dan propaganda yang menyebabkan lakunya dagangan
mereka. Dengan syarat dalam masyarakat Islam berdiri atas dasar kejujuran dan
amanat dalam semua cara yang diperbolehkan untuk memperluas area pasar di depan
barang yang siap dijual.
3. Larangan
menimbun barang
Penimbunan barang adalah halangan terbesar dalam pengaturan
persaingan dalam pasar Islam. Para pelaku monopoli mempermainkan barang yang
dibutuhkan oleh umat dan manfaatkan hartanya untuk membeli barang, kemudian
menahannya sambil menunggu naiknya harga barang itu tanpa memikirkan
penderitaan umat karenanya perilaku ini dilarang oleh Islam. Monopoli identik
dengan penimbunan.Pembahasan monopoli muncul sebagai akibat dari masalah pemberian
harga karena persaingan tidak sempurna. Prinsipnya adalah seseorang tidak boleh
menimbun hanya karena ingin memperoleh harga yang lebih tinggi
dan menyengsarakan atau member dampak negative bagi orang lain.Dan praktek
monopoli ini justru akan membunuh mekanisme kebebasan pasar.[10]
Dengan
menahan dan menyembunyikan, sesungguhnya, menyebabkan seseorang menjadi lebih
miskin dalam arti yang sebenarnya. Sebab dengan demikian miliknya tidak dapat
digunakan orang lain di masa kekurangan. Sebagai upaya akhir sesungguhnya
Negara Islam mempunyai wewenang untuk mencabut hak milik perusahaan spekulatif
dan anti sosial dalam melakukan penimbunan. Tindakan tegas ini untuk mencegah
kenaikan harga yang tidak semestinya.
4. Mengatur
perantara perdagangan
5. Pengawasan
harga
Sangat harmonis kehidupan ekonomi yang diatur secara Islami,
bila diterapkan dengan disiplin. Tidak akan pernah ada praktek-praktek yang
tidak sehat dalam bisnis karena sejak Rasulullah SAW telah melarangnya.Beliau
tidak menganjurkan campur tangan apapun dalam proses penentuan harga oleh
Negara ataupun individual, apalagi bila penentuan harga ditempuh dengan cara
merusak perdagangan yang fair antara lain melalui penimbunan barang.
Negara disini adalah membiarkan pasar secara bebas sesuai
faktor-faktor alamiah tanpa campur tangan pihaknya yang memaksakan orang untuk
menjual dengan harga yang tidak mereka setujui atau untuk membeli dengan harga
yang tidak mereka terima.Sehingga sangat sejajar dengan pendapat Ibnu taimiyah
tentang mekanisme pasarnya bahwa harga di tentukan berdasarkan tingkat demand
dan suplly secara alami. Namun tidak sekaligus melepaskan peran lembaga hisbah
sebagai bentuk pengawasanya sampai tidak ada pihak yang terdzolimi.
6. Pengawasan
barang yang diimpor
Pada masa Umar bin Khattab telah menunjuk para pengawas
pasar. Diantara tugasnya adalah mengawasi barang yang diimpor dan mengambil
Usyur (pajak 10%) dari barang tersebut dengan tingkatan yang berbeda sesuai
pentingnya barang tersebut dan kebutuhan umat Islam kepadanya.
Tujuan dibalik hisbah tidak hanya memungkinkan pasar dapat
beroperasi secara bebas sehingga harga, upah dan laba dapat ditentukan oleh
kekuatan permintaan dan penawaran melainkan juga untuk menjamin bahwa semua
agen ekonomi dapat memenuhi tugasnya antara satu sama lain dan mematuhi
ketentuan syariat.
E.
Kewenangan Lembaga Hisbah Dalam
Mengatur Bisnis
Sebagaimana di kutip dari Dr. Jaribah dalam Fikih Ekonomi
Umar Bin Khattab bahwa Hisbah merupakan cara pengawasan terpenting yang dikenal
Islam pada masa permulaan Islam yang menyempurnakan pengawasan pribadi yang
mempunyai kelemahan, untuk itu datanglah fungsi pengawas yang juga mengawasi
tentang moral dan ekonomi. Lembaga ini memerintahkan kebaikan dan mencegah
kemunkaran. Semua yang diperintahkan dan dilarang oleh syara’ adalah tugas
muhtasib (petugas Hisbah) untuk mengawasi terlaksana atau tidak di dalam
masyarakat. Ia memasuki hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat. Kewajibannya
tidak terbatas dalam hal perintah memakai jilbab, perintah melaksanakan orang
yang lalai shalat jum’at, melarang berbuat maksiat dan kemungkaran, tetapi juga
dalam bidang ekonomi, seperti mengawasi praktik jual beli dari riba, gharar,
serta kecurangan, mengawasi standar timbangan dan ukuran yang biasa digunakan,
memastikan tidak ada penimbunan barang yang merugikan masyarakat, mengawasi
makanan halal, juga aspek sosial budaya, melarang kegiatan hiburan yang
bertentangan dengan Islam, memberantas judi, minuman keras, dan lain-lain.
Menurut Al-Mawardi kewenangan lembaga hisbah ini
tertuju kepada tiga hal yaitu:
1. Dakwaan
yang terkait dengan kecurangan dan pengurangan takaran atau timbangan,
2. Dakwaan
yang terkait dengan penipuan dalam komoditi dan harga seperti pengurangan
takaran dan timbangan pasar, menjual bahan makanan yang sudah kadaluarsa
3. Dakwaan
yang terkait dengan penundaan pembayaran hutang padahal pihak yang berhutang
mampu membayarnya.
Secara teknis memang lembaga
hisbah belum memiliki sebuah ruang lingkup yang terukur secara pasti. Dalam
perjalanannya lembaga hisbah melihat langsung pada perkembangan dan
kejadian-kejadian yang muncul, baik dalam skala luas (keadaan perekonomian masyarakat)
maupun pada level yang paling kecil, yaitu perorangan. Dalam bentuk pengawasan
yang dilakukan oleh lembaga hisbah juga meliputi banyak lingkup:
a.
Pengawasan terhadap kondisi keseimbangan pasar
Peranan yang diambil oleh
lembaga hisbah dalam konteks ini merupakan pengawasan umum terhdap kondisi
keseimbangan pasar. Dalam artian, lembaga hisbah akan melakukan intervensi
dalam hal terdapat ketidak seimbangan pasar yang disebabkan oleh faktor non
alamiah. Dengan demikian lembaga hisbah pada lingkup mekanisme pasar masih
memberikan kepercayaan terhadap kekuatan penawaran dan permintaan sebagai
penopang berjalannya mekanisme pasar dan yang bisa menentukan harga barang di
pasar. Peranan kekuatan permintaan dan penawaran merupakan syarat mutlak dalam
pasar, sehingga pengawasan yang dilakukan oleh lembaga hisbah pada waktu
terjadi ketidakseimbangan pasar harus lebih mengarah pada tindakan perilaku
pelaku pasar yang menyimpang.
b.
Pengawasan produksi dan distribusi
Sektor produksi
dan distribusi menjadi bagian yang sangat penting dalam dunia ekonomi.
Perekonomian yang mempunyai tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
dapat diwujudkan dengan adanya proses produksi barang-barang kebutuhan hidup
(dan juga jasa) serta pendistribusiannya dari satu tempat ke tempat lain.
Produksi yang dihasilkan dalam dunia bisnis pada saat ini sangat beragam dan
tidak dapat dihitung jumlah dan jenisnya, produktivitas industri pun semakin
merebak dan memiliki pangsa pasar yang sangat rumit, sehingga tidak menutup
kemungkinan di antara sekian banyak jenis produk barang tidak memperhatikan
prinsip halal dan haram. Distribusi barang dan jasa pun memungkinkan tidak bisa
merata.
c.
Pengawasan dalam masalah harga pasar
Salah satu peran yang
dimiliki oleh lembaga hisbah sebgai upaya untuk meniadakan keteraturan dalam
perekonomian adalah memasuki wilayah yang bersinggungan dengan harga barang di
dalam pasar. Pada dasarnya harga yang timbul di pasar merupakan perwujudan dari
kekuatan interaksi antara permintaan pembeli dan penawaran yang dilakukan oleh
penjual.[11]
Namun tidak bisa dimungkiri bahwa di dalam pasar terjadi kompetisi dan konflik
kepentingan antara pelaku usaha. Konflik kepentingan tersebut bisa menimbulkan
terjadinya permainan harga dan kecurangan-kecurangan dalam usaha yang bisa
menyebabkan melambungnya harga. Peran lembaga hisbah adalah memberikan
pengawasan agar harga yang ada di pasar benar-benar merupakan harga murni yang
dihasilkan dari kompetisi yang sehat antar pelaku usaha. Dengan demikian
lembaga hisbah harus memperhatikan terlebih dahulu penyebab terjadinya
permasalahan dalam harga.
d.
Pengawasan lembaga keuangan
Objek pengawasan lembaga
hisbah bukan terbatas pada person atau individu masyarakat yang merupakan
pelaku ekonomi, lembaga hisbah memberikan pengawasan juga terhadap badan-badan
organisasi maupun lembaga ekonomi yang ikut serta menjadi penggerak roda
perekonomian.
Keberadaan lembaga hisbah
dalam hal ini lebih melihat pada aspek-aspek isi produk-produk dan pelayanan
yang harus tetap berpegang pada prinsip Islam, seperti tidak diperbolehkannya
transaksi yang mengandung unsur riba.
e.
Pengawasan sektor-sektor publik
Salah satu prinsip utama
dalam syari’at islam adalah diutamakannya kemaslahatan publik di atas
kepentingan individu atau pribadi. Kemakmuran yang bersifat merata atau
kemakmuran umum (public prosperity) juga menjadi tanggungjawab
Negara. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut, tentu sebuah otoritas yang dimiliki oleh negara harus mengarah pada
penjaminan terjaganya kepentingan umum. Dengan tetap menjaga kepemilikan yag
bersifat individu, lembaga hisbah juga bertugas menjamin dilaksanakannya
kewajiban-kewajiban sosial oleh anggota masyarakat. dengan demikian lembaga
hisbah mencoba menjadi penyeimbang antara kepentingan ekonomi individu dengan
kepentingan dan pelayanan umum.
F.
Analisis
Kewenangan Lembaga Hisbah Dalam Mengatur Bisnis
Lembaga Hisbah
merupakan sebuah intitusi yang diciptakan sebagai implementasi kewenangan
negara untuk masuk ke dalam perekonomian masyarakat. Keberadaan lembaga hisbah
menjadi sangat penting dengan dimilkinya beberapa fungsi strategis dalam
perekonomian. Konsep lembaga hisbah merupakan perkembangan bentuk dari konsep
pengawasan yang secara substansi sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW.
Peranan pengawasan tersebut kemudian mendapat perhatian yang lebih serius karena
semakin banyaknya persoalan perekonomian yang ada di masyarakat.
Jika dilihat dari konsep awal hisbah yang merupakan sebuah
tuntunan umum yang bersifat universal, yaitu berangkat dari perintah amar ma’ruf nahi munkar, lembaga hisbah sebetulnya merupakan perwujudan dari sebuah kewajiban atau otoritas negara untuk
menjamin terlaksananya ajaran-ajaran Islam demi kesejahteraan dan keadilan
masyarakat secara umum. Pertanggungjawaban yang diemban oleh negara tersebut
selaras dengan inti dari sebuah ayat al-Qur’an:
* ¨bÎ) ©!$#
öNä.ããBù't
br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$#
#n<Î)
$ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/
Ĩ$¨Z9$#
br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/
4 ¨bÎ)
©!$#
$KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/
3 ¨bÎ)
©!$#
tb%x. $JèÏÿx
#ZÅÁt/
ÇÎÑÈ
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat. (QS. An-Nisa: 58)[12]
Lembaga hisbah
mempunyai sebuah otoritas yang bernaung di bawah otoritas pemerintah sebagai
lembaga yang bergerak langsung di bidang ekonomi. Melalui adanya lembaga
hisbah, negara bisa menegakkan kekuasaan ekonominya, yakni secara khsusus
mengawasi perekonomian, pasar, dan transaksi-transaksi dalam perdagangan untuk
menghindari penyimpangan rambu-rambu syari’at. Lembaga hisbah dibentuk
berdasarkan asas menciptakan kemaslahatan umat.
Secara teknis
memang lembaga hisbah belum memiliki sebuah ruanglingkup yang terukur secara
pasti. Dalam perjalanannya lembaga hisbah melihat langsung pada perkembangan
dan kejadian-kejadian yang muncul, baik dalam skala luas (keadaan perekonomian
masyarakat) maupun pada level yang paling kecil, yaitu perorangan. Dalam bentuk
pengawasan yang dilakukan oleh lembaga hisbah juga meliputi banyak lingkup
seperti:
a.
Pengawasan terhadap kondisi keseimbangan pasar
b.
Pengawasan produksi dan distribusi
c.
Pengawasan dalam masalah harga pasar
d.
Pengawasan lembaga keuangan
e.
Pengawasan sektor-sektor public
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian di atas kami menarik kesimpulan bahwa:
1.
Hisbah adalah sebuah lembaga (departemen) yang
secara khusus dibentuk oleh pemerintah yang tugas utamanya adalah melakukan amar
ma’ruf nahi munkar dengan tugas hisbah yang lebih spesifik yaitu dalam mengawasi berbagai kegiatan ekonomi di masyarakat,
menjaga mekanisme bisnis agar berjalan dengan normal sesuai dengan syariat
sehingga masyarakat tidak ada yang merasa dirugikan.
2.
Lembaga hisbah mempunyai tugas menegakkan kebenaran dan
mencegah kemungkaran. Dalam bidang ekonomi, lembaga hisbah memiliki tugas
mengawasi praktek-praktek di pasar agar tidak menyimpang dari ajaran Islam.
Selain menegakkan aturan syari’at Islam dalam aktivitas perekonomian, lembaga
hisbah juga menjadi pilar ditaatinya norma-norma dan etika sosial untuk menjaga
keadilan dalam ekonomi. Secara teknis, lembaga hisbah melakukan pengawasan dan
kontrol terhadap pasar, jika kondisi pasar tidak stabil yang disebabkan oleh
kondisi yang bukan alamiah dari pasar, maka lembaga hisbah melakukan intervensi
untuk memulihkannya. Lembaga ini juga melakukan pengawasan dalam bidang
produksi dan distribusi. Antara lain: produksi harus tetap berpegang pada
prinsip syari’at (halal dan haram), persediaan barang esensial yang dibutuhkan
oleh masyarakat harus tetap terjaga, memastikan tidak adanya diskriminasi dalam
pasar (bebas masuk dan keluar pasar), melarang adanya pasar gelap, dan
mengawasi berbagai aktivitas perekonomian masyarakat yang lain agar tidak
terjadi pelanggaran yang bisa menimbulkan ketidakadilan dan gangguan terhadap
stabilitas ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad al-Haritsi, jaribah bin, 2006. Fikih
Ekonomi Umar bin al-Khattab, ter. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Jakarta:
Khalifa.
Ahmad, Mustaq, 2005. Etika
Dalam Bisnis Islam, Jakarta
: Pustaka Al-Kautsar.
A. McEachern, William, 2000. Economics:
a Contemporary Introduction, Terj. Sigit Triandaru “Ekonomi Makro:
Pendekatan Kontemporer”, Jakarta: Salemba Empat.
A. Karim, Adiwarman, 2007. Ekonomi
Mikro islami; edisi ketiga, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Kementrian Agama RI, 2012. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: PT. Sandro Jaya.
Muhammad, 2004. Etika Bisnis Islami,
Yogyakarta:UPP AMP YKPN.
Yunus, H. Mahmud 1989. Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
[2] Mustaq Ahmad, Etika Dalam Bisnis Islam, (Jakarta
: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 163
[5] Ibid, h. 221
[6] Jaribah
bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, ter.
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa, 2006) hal. 591
[7] Adiwarman
A. Karim, Ekonomi Mikro islami; edisi ketiga,(Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2007), hal. 203
[8] Op.cit, Jaribah bin Ahmad al-Haritsi,h. 596
[9] Ibid,
h. 601
[10] Muhammad,Etika
Bisnis Islami. (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), h. 176
uwaw
BalasHapusmakasih kakak. kakak semester berapa??
BalasHapussaya mahasiswa FEBI/MBS . semester 2