Selasa, 24 Oktober 2017

Sistem Prosedur dan Operasional Bank Umum Syariah


LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
(Sistem Prosedur Dan Operasional Bank Umum Syariah)
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas kelompok lembaga keuangan syariah
Dosen Pengampu : Anas Malik.,S.E.I,ME,Sy

Oleh :

NAMA  : MUSTAKIM
NPM   :1521030248


 






FAKULTAS SYARIAH & HUKUM
UNIVERSITAS  ISLAM  NEGERI RADEN INTAN
KOTA BANDAR LAMPUNG
2017



BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Bank syariah merupakan salah satu aplikasi dari sistem ekonomi syariah islam yang merupakan bagian dari nilai-nilai ajaran islam yang mengatur bidang perekonomian umat dan tidak terpisahkan dari aspek-aspek lain ajaran islam yang komperhesif dan universal. Komperhensif berarti ajaran islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual maupun sosial kemasyarakatan yang bersifat universal. Universal bermakna bahwa syariah islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat tanpa memandang ras, suku, golongan, dan agama sesuai prinsip islam sebagai “rahmatan lil alamin”.
Bank syariah merupakan bank yang secara operasional berbeda dengan bank konvensional. Salah satu ciri khas bank syariah yaitu tidak menerima atau membebani bunga kepada nasabah, akan tetapi menerima atau membebankan bagi hasil serta imbalan lain sesuai dengan akad-akad yang diperjanjikan. Konsep dasar bank syariah didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis. Semua produk dan jasa yang di tawarkan tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan Hadis Rosulullah SAW. Bank syariah terdari dari Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Bank Umum Syariah?
2.      Bagaimana sistem prosedur dan operasional bank umum syariah?









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bank Umum Syariah
Bank umum syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip syariah dan melaksanakan kegiatan lalu lintas pembayaran.[1] Bank umum syariah dapat melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Bank umum syariah disebut juga dengan full branch, karena tidak di bawah koordinasi bank konvensional, sehingga aktivitasnya terpisah dengan konvensional. Bank umum syariah dapat dimiliki oleh bank konvensional, akan tetapi aktivitas serta pelaporannya terpisah dengan induk banknya.
Bank umum syariah memiliki akta pendirian yang terpisah dengan induknya, bank konvensional, atau berdiri sendiri, bukan anak perusahaan bank konvensional. Sehingga setiap laporan yang diterbitkan oleh bank syariah akan terpisah dengan induknya. Dengan demikian, dalam hal kewajiban memberikan pelaporan kepada pihak lain seperti BI, Dirjen Pajak, dan lembaga lain, dilakukan secara terpisah.
B.     Sistem Prosedur Dan Operasional Perbankan Syariah
Pada umumnya, kegiatan operasional yang dilakukan oleh perbankan islam dapat dibagi menjadi tiga bagian besar. Tiga bagian itu berkaitan dengan produk yang ada dalam dunia perbankan islam, kegiatan bank umum syariah secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama yaitu ; penghimpun dana, penyalur dana kepada pihak yang membutuhkan, dan pelayanan jasa bank.
1.      Produk penghimpun dana (funding)
Bank umum syariah menghimpun dana dari masyarakat dengan cara menawarkan berbagai jenis produk pendanaan antara lain giro wadi’ah, tabungan wadi’ah, tabungan mudharobah, deposit mudharobah, dan produk pendanaan lainnya yang diperbolehkan sesuai dengan syariat islam.

a.       Wadi’ah
Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu ataupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Selain itu, wadi’ah dapat juga diartikan akad seseorang kepada pihak lain dengan menitipkan suatu barang untuk di jaga  secara layak (menurut kebiasaan).[2] Akad wadi’ah dipergunakan untuk simpanan dalam bentuk giro dan tabungan.
Dalam islam dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a)      Wadi’ah yad amanah yaitu barang titipan sama sekali tidak boleh digunakan oeh pihak yang menerima titipan, sehingga dengan demikian pihak yang menerima titipan tidak bertanggung jawab terhadap risiko yang menimpa barang yang dititipkan. Penerima titipan hanya punya kewajiban mengembalikan barang yang dititipkan pada saat diminta oleh pihak yang menitipkan secara apa adanya.
b)      Wadi’ah yad dhomanah yaitu titipan terhadap barang yang dapat dipergunakan untuk dimanfaatkan oleh penerima titipan. Sehingga pihak penerima titipan bertanggung jawab terhadap resiko yang menimpa barang yang sebagai akibat dari penggunaan atas suatu barang, seperti resiko kerusakan dan sebagianya. Tentu saja penerima titipan wajib mengembalikan barang yang dititipakn pada saat diminta oleh pihak yang menitipakan.
b.      Mudharabah
Akad mudahrabah dibedakan menjadi  dua yaitu:
a)         Mudharobah muthlaqoh merupakan akad perjanjian antara dua pihak yaitu sohibul maal dan mudharib, yang mana sohibul maal menyerahkan sepenuhnya atas dana yang di investasikan kepada mudharib untuk mengelola usahanya sesuai dengan prinsip syariah.
b)        Mudharobah muqayyadah merupakan akad kerjasama antara dua pihak yang mana pihak pertama sebagai pemilik dana (sohibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharib). Sohibul maal menginvestasikan dananya kepada mudharib, dan memberi batasan atas penggunaan dana yang di investasikannya.
2.      Produk penyalur dana (Financing)
Bank umum syariah dapat menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan serta dalam bentuk penempatan dana lainnya. Dengan aktivitas penyaluran dana ini bank syariah akan memperoleh pendapatan dalam bentuk margin keuntungan apabila menggunakan akad jual beli, bagi hasil bila menggunakan akad kerjasama usaha, dan sewa bila menggunakan akad sewa-menyewa.[3]
a.       Pembiayaan dengan sistem bagi hasil
a)      Mudharabah
b)      Musyarakah yaitu merupakan perkongsian anatara dua orang atau lebih dengan membagi keuntungan dan kerugian berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak.
b.      Pembiayaan dengan sistem jual beli
Implementasi akad jual beli merupakan salah satu cara yang di tempuh bank syariah dalam rangka menyalurkan dana kepada masyarakat.
a)      Murabahah yaitu akad jua beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakti. Berdasarkan akad jual beli tersebut bank membeli barang yang dipesan oleh dan menjuanya kepada nasabah. Harga jual bank adalah harga beli dari supplier ditambah dengan keuntungan yang disepakti. Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan.[4]
b)      Salam yaitu suatu jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli barang. Namun, berbeda dengan murabahah yang pembayaran harga barang dilakukan kemudian setelah barang diserahkan kepada pembeli, jual beli dilakukan bukan berdasarkan fee, melainkan berdasarkan keuntungan (margin).
c)      Istishna adalah pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang/jasa dengan pembayaran di muka, dicicil, atau tangguh bayar.

c.       Pembiayaan dengan prinsip sewa menyewa (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik)
Transaksi lain yang dilakukan oleh bank syariah adalah sewa menyewa, dalam bahasa arab diistilahkan dengan Al-Ijarah, berasal dari kata Al Ajru yang berarti (upah), atau al iwadhu yang berarti ganti, dalam pengertian syariat Al Ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna) bukan perpindahan kepemilikan(hak milik). Jadi, pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila jual beli objeknya barang, sedangkan pada ijarah objeknya manfaat barang atau jasa. Pada perbankan syariah prinsip ijarah ini dibagi menjadi 2 yaitu:
a)      Ijarah atau sewa menyewa murni
b)      Ijarah wa iqtina (ijarah muntahiyah bittamlik) yaitu sewa yang di akhiri dengan kepemilikan objek sewa.
d.      Pembiayaan atas dasar Qardh (pinjam meminjam)
Akad yang menitik beratkan pada prinsip tolong menolong tidak mengutamakan mencari untung, ada pula akad yang bertujuan untuk mencari untung. Akad yang pertama dikenal dengan akad tabarru, sedangkan akad yang kedua dikenal dengan akad tijarah. Salah satu akad tabarru adalah akad pinjam meminjam. Pinjam meminjam adalah memberikan sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, dan akan mengembalikan barang yang di pinjam dalam keadaan utuh.[5]
Al-Qardh di bedakan menjadi dua macam yaitu:
a)      Qardh Al Hasan, yaitu meminjamkan sesuatu kepada orang lain, dimana pihak yang dipinjami sebenarnya tidak ada kewajiban mengembalikan. Adanya Qardh Al Hasan sejalan dengan ketentuan Al-Qur’an surat at-taubah ayat 60 yang memuat tentang sasaran atau orang-orang yang berhak atas zakat, yang salah satunya adalah Gharim, yaitu pihak yang mempunyai utang di jalan Allah.
b)      Al-Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan kewajiban mengembalikan pokoknya kepada pihak yang meminjami.

3.        Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Pelayanan Jasa (Service)
Bank umum syariah juga menawarkan pelayanan jasa untuk membantu transaksi yang dibutuhkan oleh pengguna jasa bank syariah. Hasil yang diperoleh bank atas pelayanan jasa bank syariah yaitu berupa pendapatan fee dan komisi.
a.       Hiwalah (Hawalah)
Adapun produk perbankan syariah di bidang jasa di dasarkan pada akad –akad yang sudah dikenal dalam islam.antara lain hiwalah, wakalah, dan sharf. Kata hiwalah diambil dari kata tahwil yang berarti intiqol (perpidahan). Yang dimaksud di sini memindahkan utang dari tanggungan muhalalaih. Muhil adalah sebagai orang yang berhutang: muhal adalah sebagai orang yang menghutangkan, dan muhalalaih adalah orang yang melakukan pembayaran utang.[6] Secara legal, hawalah adalah perjanjian dimana debitur dibebaskan dari utang dengan cara membuat orang lain yang menanggungnya, atau dengan memindahkan tanggung jawab dari seseorang kepada orang yang lain yang mengakibatkan debitur digantikan dengan debitur lain.
Rukun hiwalah adalah muhil yakni orang yang berutang dan sekaligus berpiutang, muhal yakni orang yang berpiutang kepada muhil, muhal alaih yakni orang yang berhutang kepada kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhtal, muhal bih yakni utang muhil kepada muhtal dan sighat.[7]
b.    Kafalah
Kafalah adalah kesanggupan untuk memenuhi hak yang telah menjadi kewajiban orang lain, kesanggupan untuk mendatangkan barang yang di tanggung atau menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban terhadap orang lain.
Ada tiga macam kafalah:
1.      Kkafalah bil maal, yaitu jaminan pembayaran hutang atau pelunasan hutang. Aplikasinya dalam perbankan dapat berbentuk uang muka, atau jaminan pembayaran.
2.      Kafalah bi nafs yaitu jaminan dari diri si peminjam
3.      Kafalah muallaqoh yaitu jaminan mutlak yang di batasi oleh kurun waktu tertentu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal ini diterapkan untuk jaminan pelaksanaan suatu proyek.

c.       Rahn
Secara terminologi rahn berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut.[8] Rahn menurut syariah adalah menahan sesuatu dengan cara dibenarkan yang memungkinkan ditarik kembali, yaitu menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syariah sebagi jaminan utang sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utangnya semua atau sebagian. Kafalah dan rahn keduanya adalah perjanjian jaminan yang bersifat tambahan dari perjanjian utang piutang.

d.      Wakalah
Wakalah adalah pemberian kuasa, Al wakalah atau al wikalah bermakna at tafwidh/penyerahan/pendelegasian/pemberian mandat. Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak semua manusia berkemampuan untuk menekuni segala urusannya secara pribadi. Ia membutuhkan kepada pendelegasian mandat orang lain untuk melakukannya sebagai wakil dirinya.
DAFTAR PUSTAKA


Fatwa Dewan Syariah Nasional No.12/DSN-MUI/IV/2000
Huda,  Nurul, dkk, 2010, Lembaga Keuangan Islam, prenada media group, Jakarta.
Ismail, 2016, Perbankan Syariah, Prenada Media Group, Jakarta.
Muhamad, 2014,  Manajemen Keuangan Syariah, analsis fiqh dan keuangan UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Syafe’i,  Rachmat, 2000 Fiqih Muamalah, CV Pustaka Setia, Bandung.
Trisadini dan shomad, 2015, Transaksi Bank Syariah, PT. Bumi Aksara, Jakarta.











[1] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta:Prenada Media Group, 2016) hlm. 51
[2] Nurul Huda dan Mohamad heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:prenada media group, 2010) hlm. 87
[3] Ismail, Op. Cit.hlm.52
[4] Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah, analsis fiqh dan keuangan ( Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014), Hlm. 271
[5] Trisadini dan shomad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2015), hlm.34
[6] Ibid.,hlm. 38-39
[7] Fatwa Dewan Syariah Nasional No.12/DSN-MUI/IV/2000
[8] Rachmat syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000) hlm. 159