LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
(Sistem Prosedur Dan Operasional Bank Umum Syariah)
(Sistem Prosedur Dan Operasional Bank Umum Syariah)
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas kelompok lembaga
keuangan syariah
Dosen Pengampu : Anas Malik.,S.E.I,ME,Sy
Oleh :
NAMA :
MUSTAKIM
NPM :1521030248
FAKULTAS SYARIAH & HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI RADEN INTAN
KOTA BANDAR LAMPUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank syariah merupakan salah satu aplikasi dari
sistem ekonomi syariah islam yang merupakan bagian dari nilai-nilai ajaran
islam yang mengatur bidang perekonomian umat dan tidak terpisahkan dari
aspek-aspek lain ajaran islam yang komperhesif dan universal. Komperhensif
berarti ajaran islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual maupun
sosial kemasyarakatan yang bersifat universal. Universal bermakna bahwa
syariah islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat tanpa memandang
ras, suku, golongan, dan agama sesuai prinsip islam sebagai “rahmatan lil
alamin”.
Bank syariah merupakan bank yang secara
operasional berbeda dengan bank konvensional. Salah satu ciri khas bank syariah
yaitu tidak menerima atau membebani bunga kepada nasabah, akan tetapi menerima
atau membebankan bagi hasil serta imbalan lain sesuai dengan akad-akad yang
diperjanjikan. Konsep dasar bank syariah didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis.
Semua produk dan jasa yang di tawarkan tidak boleh bertentangan dengan isi
Al-Qur’an dan Hadis Rosulullah SAW. Bank syariah terdari dari Bank Umum Syariah
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Bank Umum
Syariah?
2. Bagaimana sistem
prosedur dan operasional bank umum syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bank
Umum Syariah
Bank umum syariah adalah bank yang dalam
aktivitasnya melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip syariah dan
melaksanakan kegiatan lalu lintas pembayaran.[1] Bank umum syariah dapat
melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Prinsip syariah adalah prinsip hukum
islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga
yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Bank umum
syariah disebut juga dengan full branch, karena tidak di bawah
koordinasi bank konvensional, sehingga aktivitasnya terpisah dengan
konvensional. Bank umum syariah dapat dimiliki oleh bank konvensional, akan
tetapi aktivitas serta pelaporannya terpisah dengan induk banknya.
Bank umum syariah memiliki akta pendirian yang terpisah dengan induknya,
bank konvensional, atau berdiri sendiri, bukan anak perusahaan bank
konvensional. Sehingga setiap laporan yang diterbitkan oleh bank syariah akan
terpisah dengan induknya. Dengan demikian, dalam hal kewajiban memberikan
pelaporan kepada pihak lain seperti BI, Dirjen Pajak, dan lembaga lain,
dilakukan secara terpisah.
B.
Sistem Prosedur Dan Operasional Perbankan Syariah
Pada umumnya, kegiatan operasional yang dilakukan
oleh perbankan islam dapat dibagi menjadi tiga bagian besar. Tiga bagian itu
berkaitan dengan produk yang ada dalam dunia perbankan islam, kegiatan bank
umum syariah secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama yaitu ;
penghimpun dana, penyalur dana kepada pihak yang membutuhkan, dan pelayanan
jasa bank.
1. Produk penghimpun
dana (funding)
Bank umum syariah menghimpun dana dari masyarakat
dengan cara menawarkan berbagai jenis produk pendanaan antara lain giro
wadi’ah, tabungan wadi’ah, tabungan mudharobah, deposit mudharobah, dan produk
pendanaan lainnya yang diperbolehkan sesuai dengan syariat islam.
a.
Wadi’ah
Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan
murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu ataupun badan hukum, yang
harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Selain itu,
wadi’ah dapat juga diartikan akad seseorang kepada pihak lain dengan menitipkan
suatu barang untuk di jaga secara layak
(menurut kebiasaan).[2] Akad wadi’ah dipergunakan
untuk simpanan dalam bentuk giro dan tabungan.
Dalam islam dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
a) Wadi’ah yad amanah
yaitu barang titipan sama sekali tidak boleh digunakan oeh pihak yang menerima
titipan, sehingga dengan demikian pihak yang menerima titipan tidak bertanggung
jawab terhadap risiko yang menimpa barang yang dititipkan. Penerima titipan
hanya punya kewajiban mengembalikan barang yang dititipkan pada saat diminta
oleh pihak yang menitipkan secara apa adanya.
b) Wadi’ah yad dhomanah
yaitu titipan terhadap barang yang dapat dipergunakan untuk dimanfaatkan oleh
penerima titipan. Sehingga pihak penerima titipan bertanggung jawab terhadap
resiko yang menimpa barang yang sebagai akibat dari penggunaan atas suatu
barang, seperti resiko kerusakan dan sebagianya. Tentu saja penerima titipan
wajib mengembalikan barang yang dititipakn pada saat diminta oleh pihak yang
menitipakan.
b. Mudharabah
Akad mudahrabah dibedakan menjadi
dua yaitu:
a)
Mudharobah muthlaqoh merupakan akad perjanjian
antara dua pihak yaitu sohibul maal dan mudharib, yang mana sohibul maal
menyerahkan sepenuhnya atas dana yang di investasikan kepada mudharib untuk
mengelola usahanya sesuai dengan prinsip syariah.
b)
Mudharobah muqayyadah merupakan akad kerjasama
antara dua pihak yang mana pihak pertama sebagai pemilik dana (sohibul maal) dan
pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharib). Sohibul maal menginvestasikan
dananya kepada mudharib, dan memberi batasan atas penggunaan dana yang di
investasikannya.
2. Produk penyalur
dana (Financing)
Bank umum syariah dapat menyalurkan dananya dalam bentuk
pembiayaan serta dalam bentuk penempatan dana lainnya. Dengan aktivitas
penyaluran dana ini bank syariah akan memperoleh pendapatan dalam bentuk margin
keuntungan apabila menggunakan akad jual beli, bagi hasil bila menggunakan akad
kerjasama usaha, dan sewa bila menggunakan akad sewa-menyewa.[3]
a. Pembiayaan dengan
sistem bagi hasil
a) Mudharabah
b) Musyarakah yaitu
merupakan perkongsian anatara dua orang atau lebih dengan membagi keuntungan
dan kerugian berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak.
b. Pembiayaan dengan
sistem jual beli
Implementasi akad jual beli merupakan salah satu cara yang di tempuh bank
syariah dalam rangka menyalurkan dana kepada masyarakat.
a) Murabahah yaitu akad
jua beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan
yang disepakti. Berdasarkan akad jual beli tersebut bank membeli barang yang
dipesan oleh dan menjuanya kepada nasabah. Harga jual bank adalah harga beli
dari supplier ditambah dengan keuntungan yang disepakti. Bank harus memberitahu
secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan.[4]
b) Salam yaitu suatu
jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli barang. Namun, berbeda dengan
murabahah yang pembayaran harga barang dilakukan kemudian setelah barang
diserahkan kepada pembeli, jual beli dilakukan bukan berdasarkan fee, melainkan
berdasarkan keuntungan (margin).
c) Istishna adalah
pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang/jasa
dengan pembayaran di muka, dicicil, atau tangguh bayar.
c. Pembiayaan dengan
prinsip sewa menyewa (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik)
Transaksi lain yang dilakukan oleh bank syariah adalah sewa menyewa, dalam
bahasa arab diistilahkan dengan Al-Ijarah, berasal dari kata Al Ajru yang
berarti (upah), atau al iwadhu yang berarti ganti, dalam pengertian syariat Al
Ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan
penggantian. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna)
bukan perpindahan kepemilikan(hak milik). Jadi, pada dasarnya prinsip ijarah
sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Bila jual beli objeknya barang, sedangkan pada ijarah objeknya
manfaat barang atau jasa. Pada perbankan syariah prinsip ijarah ini dibagi
menjadi 2 yaitu:
a) Ijarah atau sewa
menyewa murni
b) Ijarah wa iqtina
(ijarah muntahiyah bittamlik) yaitu sewa yang di akhiri dengan kepemilikan
objek sewa.
d. Pembiayaan atas dasar
Qardh (pinjam meminjam)
Akad yang menitik beratkan pada prinsip tolong menolong tidak mengutamakan
mencari untung, ada pula akad yang bertujuan untuk mencari untung. Akad yang
pertama dikenal dengan akad tabarru, sedangkan akad yang kedua dikenal dengan
akad tijarah. Salah satu akad tabarru adalah akad pinjam meminjam. Pinjam
meminjam adalah memberikan sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil
manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, dan akan mengembalikan barang yang di
pinjam dalam keadaan utuh.[5]
Al-Qardh di bedakan menjadi dua macam yaitu:
a) Qardh Al Hasan, yaitu
meminjamkan sesuatu kepada orang lain, dimana pihak yang dipinjami sebenarnya
tidak ada kewajiban mengembalikan. Adanya Qardh Al Hasan sejalan dengan
ketentuan Al-Qur’an surat at-taubah ayat 60 yang memuat tentang sasaran atau
orang-orang yang berhak atas zakat, yang salah satunya adalah Gharim,
yaitu pihak yang mempunyai utang di jalan Allah.
b) Al-Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu kepada orang
lain dengan kewajiban mengembalikan pokoknya kepada pihak yang meminjami.
3.
Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Pelayanan
Jasa (Service)
Bank umum syariah juga menawarkan pelayanan jasa
untuk membantu transaksi yang dibutuhkan oleh pengguna jasa bank syariah. Hasil
yang diperoleh bank atas pelayanan jasa bank syariah yaitu berupa pendapatan fee
dan komisi.
a. Hiwalah (Hawalah)
Adapun produk perbankan syariah di bidang jasa di
dasarkan pada akad –akad yang sudah dikenal dalam islam.antara lain hiwalah,
wakalah, dan sharf. Kata hiwalah diambil dari kata tahwil yang berarti intiqol
(perpidahan). Yang dimaksud di sini memindahkan utang dari tanggungan
muhalalaih. Muhil adalah sebagai orang yang berhutang: muhal adalah sebagai
orang yang menghutangkan, dan muhalalaih adalah orang yang melakukan pembayaran
utang.[6] Secara legal, hawalah
adalah perjanjian dimana debitur dibebaskan dari utang dengan cara membuat
orang lain yang menanggungnya, atau dengan memindahkan tanggung jawab dari
seseorang kepada orang yang lain yang mengakibatkan debitur digantikan dengan
debitur lain.
Rukun hiwalah adalah muhil
yakni orang yang berutang dan sekaligus berpiutang, muhal yakni orang yang
berpiutang kepada muhil, muhal alaih yakni orang yang berhutang kepada kepada
muhil dan wajib membayar utang kepada muhtal, muhal bih yakni utang muhil
kepada muhtal dan sighat.[7]
b. Kafalah
Kafalah
adalah kesanggupan untuk memenuhi hak yang telah menjadi kewajiban orang lain,
kesanggupan untuk mendatangkan barang yang di tanggung atau menghadirkan orang
yang mempunyai kewajiban terhadap orang lain.
Ada tiga macam kafalah:
1. Kkafalah bil maal,
yaitu jaminan pembayaran hutang atau pelunasan hutang. Aplikasinya dalam
perbankan dapat berbentuk uang muka, atau jaminan pembayaran.
2. Kafalah bi nafs yaitu
jaminan dari diri si peminjam
3. Kafalah muallaqoh
yaitu jaminan mutlak yang di batasi oleh kurun waktu tertentu dan untuk tujuan
tertentu. Dalam perbankan modern hal ini diterapkan untuk jaminan pelaksanaan
suatu proyek.
c. Rahn
Secara terminologi rahn berarti penahanan terhadap
suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang
tersebut.[8] Rahn menurut syariah
adalah menahan sesuatu dengan cara dibenarkan yang memungkinkan ditarik
kembali, yaitu menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan
syariah sebagi jaminan utang sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil
utangnya semua atau sebagian. Kafalah dan rahn keduanya adalah perjanjian
jaminan yang bersifat tambahan dari perjanjian utang piutang.
d. Wakalah
Wakalah adalah pemberian kuasa, Al wakalah atau al wikalah bermakna at tafwidh/penyerahan/pendelegasian/pemberian
mandat. Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak semua
manusia berkemampuan untuk menekuni segala urusannya secara pribadi. Ia
membutuhkan kepada pendelegasian mandat orang lain untuk melakukannya sebagai
wakil dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Fatwa Dewan Syariah
Nasional No.12/DSN-MUI/IV/2000
Huda, Nurul,
dkk, 2010, Lembaga Keuangan Islam, prenada media group, Jakarta.
Ismail, 2016, Perbankan
Syariah, Prenada Media Group, Jakarta.
Muhamad, 2014, Manajemen
Keuangan Syariah, analsis fiqh dan keuangan UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Syafe’i, Rachmat, 2000
Fiqih Muamalah, CV Pustaka Setia, Bandung.
Trisadini dan shomad, 2015,
Transaksi Bank Syariah, PT. Bumi Aksara, Jakarta.
[1] Ismail, Perbankan Syariah,
(Jakarta:Prenada Media Group, 2016) hlm. 51
[2] Nurul Huda dan Mohamad heykal, Lembaga
Keuangan Islam, (Jakarta:prenada media group, 2010) hlm. 87
[3] Ismail, Op. Cit.hlm.52
[4] Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah,
analsis fiqh dan keuangan ( Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014), Hlm. 271
[5] Trisadini dan shomad, Transaksi Bank
Syariah, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2015), hlm.34
[6] Ibid.,hlm. 38-39
[7] Fatwa Dewan Syariah Nasional
No.12/DSN-MUI/IV/2000
[8] Rachmat syafe’i, Fiqih Muamalah,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2000) hlm. 159